Senin, 05 September 2011

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2000

TENTANG

PERJANJIAN INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam
    Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
    tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta
    ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
    keadilan sosial, Pemerintah Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat
    internasional, melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian
    internasional;

b. bahwa ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional sebagaimana                          diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 sangat ringkas, sehingga perlu dijabarkan lebih lanjut dalam suatu peraturan perundang-undangan;

c. bahwa Surat Presiden Republik Indonesia No. 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang
"Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain" yang selama ini digunakan sebagai
   pedoman untuk membuat dan mengesahkan perjanjian internasional sudah tidak sesuai lagi denga
   semangat reformasi;

d. bahwa pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Republik Indonesia
    dan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional, dan subjek hukum internasional lain
    adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara pada bidang-bidang
    tertentu, dan oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional harus
   dilakukan dengan dasar-dasar yang jelas dan kuat, dengan menggunakan instrumen pe
    perundang-undangan yang jelas pula;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Huruf a, b, c dan d perlu d
    Undang-undang tentang Perjanjian Internasional;

Mengingat :

  1. Pasal 5 Ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya (1999);

      2.   Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara               Tahun 1999 Nomor 156; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);



DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA
ANTARA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :



Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

a. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
    Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur
    dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan
    kewajiban di bidang hukum publik.

b. Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian
   internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan

c. (acceptance) dan penyetujuan (approval).
    Surat Kuasa (Full Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri
    yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah
    Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian,
    menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau
    menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional.

d. Surat Kepercayaan (Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau
    Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili
    Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima
    hasil akhir suatu pertemuan internasional.

e. Persyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak
    menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan
    yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu
    perjanjian internasional yang bersifat multilateral.

f. Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman
   atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional, yang dibuat
   ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian
   internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas makna ketentuan tersebut
   dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam
   perjanjian internasional.

g. Organisasi Internasional adalah organisasi antarpemerintah yang diakui sebagai subjek
    hukum internasional dan mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian internasional.

h. Suksesi Negara adalah peralihan hak dan kewajiban dari satu negara kepada negara
    lain, sebagai akibat pergantian negara, untuk melanjutkan tanggung jawab pelaksanaan
    hubungan luar negeri dan pelaksanaan kewajiban sebagai pihak suatu perjanjian
    internasional, sesuai dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip dalam Piagam
    Perserikatan Bangsa-Bangsa.

i. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan
  politik luar negeri.

Pasal 2

Pasal 3


BAB II
PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 4
     
Pasal 5

Pasal 6

Pasal 7

Pasal 8


BAB III
PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 9
.
 Pasal 10
           
Pasal 11

Pasal 12

Pasal 13
           
BAB IV
PEMBERLAKUAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 15
.
Pasal 16

BAB V
PENYIMPANAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 17


BAB VI
PENGAKHIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 18
           
Pasal 19
           
Pasal 20

           

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21
           

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22
            Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
melalui Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 Oktober 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


ABDURRAHMAN WAHID


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 185


Tidak ada komentar: