Selasa, 06 September 2011

Istilah dan pengertian Hukum Internasional


1.1   Pengantar

Hukum Internasional atau sering disebut sebagai “Internasional Law” dalam mata kuliah ini merupakan lapangan hukum publik, di mana kualifikasi publik sering kali tidak disebutkan secara langsung, berbeda dengan hukum Internasional dalam lapangan hukum privat yang sering disebut sebagai “Hukum Perdata Internasional.

Perbedaan antara Hukum Internasional dalam pengertian publik dengan Hukum Perdata Internasional bukanlah ditinjau dari unsur perbedaan subyeknya dengan menyatakan bahwa subyek hukum Internasional Publik adalah negara sedangkan subyek hukum Internasional Perdata adalah individu. Dalam perkembangannya perbedaan semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara ataupun individu. Oleh karena itu yang paling tepat adalah dengan meninjau urusan yang diatur oleh keduanya, jika mengatur urusan yang bersifat publik maka disebut sebagai Hukum Internasional Publik tetapi jika mengatur urusan yang bersifat perdata disebut sebagai Hukum Internasional Perdata. Sedangkan Persamaan antara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata Internasional adalah bahwa urusan yang diatur oleh kedua perangkat hukum ini adalah sama – sama melewati batas wilayah suatu negara.

Pengertian secara umum dari hukum Internasional adalah, bahwa istilah “hukum” masih diterjemahkan sebagai aturan, norma atau kaidah. Sedangkan istilah internasional menunjukankan bahwa hubungan hukum yang diatur tersebut adalah subyek hukum yang melewati batas wilayah suatu negara, yaitu hubungan antara negara dengan negara, negara dengan subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya, serta hubungan antara subyek hukum bukan negara satu dengan subyek hukum bukan negara lainnya.
Menyikapi konfrotasi pendapat yang berbeda antara para pakar Hukum Internasional mengenai sifat “hukum” dalam hukum Internasional : John Austin  yang mengatakan bahwa hukum Internasional adalah “bukan hukum”, hanya “properly so called”, “moral saja” dengan alasan yang mendasari bahwa  hukum Internasional tidak memiliki sifat “hukum”, yakni dalam hal:
1.   Hukum Internasional tidak memiliki lembaga legeslatif sebagai lembaga yang bertuga membuat hukum;
2.   Hukum Internasional tidak memiliki lembaga eksekutif sebagai lembaga yang melaksanakan hukum,
3.   Hukum Internasional juga tidak memilki lembaga yudikatif sebagai lembaga yang megakakan hukum,
4.   Hukum Internasional juga tidak memiki polisional sebagai lembaga yang mengawasi jalanya atau pelaksanaan hukum,
Dengan demikian menurut Kelsen, jika terdapat negara yang melanggar hukum internasional maka tidak ada kekuasaan apapun yang dapat memberikan sanksi kepada negara tersebut. Negara mau mentaati atau tidak terhadap ketentuan internasional itu adalah terserah dari negara yang bersangkutan. Jadi hukum internasional tidak tepat dikatakan sebagai hukum melainkan hanya norma saja atau adat istiadat saja.

Pendapat yang demikian kiranya perlu ditinjau ulang, sebab keraguan akan keberadaan lembaga eksekutif, legeslatif , yudikatif serta polisional dalam hukum iNternasional telah digantikan oleh peranan beberapa vbadang khusus sejak diber\ntuknya Organisasi Internasional PBB. Keberadaan lembaga pembuat undang-undang atau legeslatif dapat digantikan oleh kesepakatan-kesepatan yang dibuat oleh dan diantara subyek hukum Internasional baik yang bersifat bileteral, atau multilateral. Hal ini karena kedudukan negara sebagai subyek hukum Internasional adalah koordinatif atau sejajar. Tidak ada negara yang melebihi atau di atas negara yang lain. Lembaga penegak hukum atau yudikatif perannya dapat kita lihat keberadaan Mahkamah  Internasional  maupun Arbitrase Internasional. Lembaga eksekutif tidak lain adalah subyek hukum internasional itu sendiri. Meskipun hukum INternasional tidakm memiliki sanksi yang tegas dan memaksa dalam pelaksanaannya, bukan berarti sifat aturan yang demikian tidak dapat dikategorikan sebagai ‘hukum’. Kita dapat melihat “hukum adat’ yang berlaku di Indonesia. Meskipun ‘hukum adat’ tersebut munculnya dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyrakat, namun kebiasaan tersebut ditaati dan dilaksanakan meskipun tidak ada sanksi yang tegas. Jadi menurut pendapat penulis, Kelsen telah mencampur adukan antara pengertian efektifitas hukum dengan sifat hukum itu sendiri. Jika dalam perkembangannya atau pelaksaannya ternyata hukum Internasional masih banyak yang melanggar, maka hal yang demikian itu merupakan sisi belum efektifnya hukum Internasional, tetapi bukan berarti “hukum internasional” menjadi bukan hukum. Sebab pada kenyataanya masih banyak aturan-aturan yazng dibuat oleh dan antara subyek hukum Internasional yang masih di taati oleh negara-negara dan dilaksanakan.

Munculnya subyek hukum bukan negara sebagai salah satu subyek hukum Internasional adalah tidak terlepas dari perkembangan hukum Internasional itu sendiri. Semakin berkembangnya keberadaan organisasi Internasional, serta adanya organisasi-organisasi lain yang bersifat khusus yang keberadaannya secara fungsional kemudian diakui sebagai subyek hukum internasional yang bukan negara. Diantaranya adalah vatikan atau tahta suci, Palang Merah Internasional, Pemberontak atau Belligerent. Bahkan  pada perkembangannya tindakan individu yang mewakili negara dan bertindak dalam kapasitasnya sebagai wakil negara juga dianggap sebagai subyek hukum Internasional bukan negara.


1.2  Hukum Internasional dan Perkembangannya

1.1.1.  Sejarah Perkembangan H I
HI Klasik   : 4000 SM
HI Moderen   : beberapa ratus tahun yang lalu,
DITANDAI dg.



1.   Perjanjian Perdamaian Wesphalia (1618- 1648)
-   Menghakhiri Thirty Yaers War di Eropa
-   Persoalan anatar negara lepas dari persoalan gereja.
-   Telah didasarkan atas kepentingan nasional
-   Negara-negara mempunyai persamaan derajat
-   Timbulnya Rev. Perancis dan Rev. Amerika. (Pemerintahan Demokrasi).
2.   Konperensi Perdamaian  (1856) dan Konperensi Jenewa (1864), Konferensi Den Haag (1899).
-   Terbentuklah Mahkamah Arbitrase Permanen
3.   PD I ---- Perjanjian Versailles
-   Didirikan Liga Bangsa-bangsa (League Og Nations)
4.    PD II
-   Didirikan Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Organition).
-   Perjanjian Briand Kellocg Pact (1928) :  Melarang penggunaan Perang sebagai alat untuk mencapai Tujuan Nasional.

1.1.2.  Sifat dan Hakekat HI
Sifat HI
-   Tidak mengenal suatu kekuasaan eksekutif yang kuat
-   HI bersifat koordinatif tidak Sub ordinatif.
-   HI tidak memiliki badan-badan legeslatif dan yudikatif dan kekuasaan Polisional.
-   Tidak dapat memaksakan kehendak masyarakat Internasional sebagai kaidah Hukum Nasional.
Atas kelemahan di atas ada pendapat :
Hi tidak mempunyai sifat hokum, HI bukan hukum
      Tokoh: JL. Van Apeldoorn, John Austin, Spinoza, Jeremy Bethan.
  

JOHN AUSTIN   :

   Sejarah telah membuktikan bahwa pendapat John Austin dkk, adalah tidak benar:
 ALASAN   :
1.   Sifat Hukum tidak selamanya ditentukan oleh badan-badan tsb. Tidak berarti tidak ada badan maka tidak ada hukum,
Contohnya   : Hukum Adat Indonesia.
2.   Pendapat mereka telah menyamarakatan pengertian antara  dijalankannya hukum secara efektif dengan sifat dari Hukum.
3.   Lembaga legislative diisi : Perjanjian Internasional oleh MI
4.   Kebiasaan Internasional diterima sebagai hokum karena keyakinan.
5.   Badan Yudikatif   : diisi oleh Mahkamah Internasional dan Mahkamah Arbritase Permanent.

Hakekat HI

Hukum Internasional benar-benar mempunyai sifat hokum. Hakekat HI sbg hokum koordinasi tidak perlu diragukan lagi.

A.   Dasar-dasar berlakunya HI
Teori  Hukum Alam atau Kodrat (natural Law)
Hukum Ideal yang didasarkan atas hakekat manusia sebagai mahluk yang berakal, atau kesatuan kaidah-kaidah yang diilhami alam pada akal manusia.
HI tidak lain merupakan Hukum Alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa.
Kelemahan   :
-   konsep alam yang masih membutuhkan konsep rasio, keadilan, keagaman pada kenyataannya banyak menimbulkan kegaduhan.
-   Kurang jelas dan menjadi doktrin yang subyektif.
-   Tidak ada perhatian dalam praktek actual antar negara.
-   Bersifat sangat samar terutama berkaitan dengan keadilan dan kepentingan MI.
-   Dsb.
Kelebihan     :
-   menjadi dasar moral dan dasar etis HI

2.    Teori Positivisme
Kekuatan mengikatnya HI pada kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada HI
HI berasal dari kemauan negara dan berlaku Karen disetujui oleh negara.
Kelemahan ;

-   Tidak dapat menjelaskan jika ada negara yang tidak setuju apakah HI tidak lagi mengikat.
-   Tidak dapat menjelaskan jika ada negara baru tetapi langsung terikat oleh HI
-   Tidak dapat menjelaskan mengapa ada hokum kebiasaan.
-   Kemauan negara hanya Facon De Parler (perumpaan).
-   Berlakunya hI tergantung dari society of state.
Kelebihan   :
-   Praktek-praktek negara dan hanya perautran-peraturan yang benar-benar ditaati yang menjadi HI.

3.   Teori Aliran Madzab Viena
kekuatan mengikat HI bukan kehendak negara melainkan norma hokum yang merupakan dasar terakhir ; Grudnorm.
Kekeuatan mingikat HI didasarkan pada suatu kaidah yang lebih tinggi lagi dst.
“Pacta Sunt Servanda” sebagai kaidah yang paling tinggi (Hans Kelsen).
Kelemahan :
-   Tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar itu mengikat.
4.  Teori Aliran Madzhab Perancis.
Kekuatan mengikatnya HI dihubungkan dengan kenyataan – kenyataan hidup manusia.
HI mengikat karena factor biologis, social, sejarah, atau fakta kemasyarakatan, Tokoh : Fauchile, Scelle, Leon Duguit.
Persoalan yang dihadapi manusia sama dengan persoalan negara-negara.


1. 2.   Pengertian / Batasan dan istilah
Hukum Internasional yang dimaksud disini adalah Hukum Internasional Publik (International Publik Law).

1.2.a. Istilah HI
-   Indonesia           :  Hk. Bangsa-bangsa, Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar   
                                          Negara.
-   Inggris                     :  International Law, common Law, Law of mankind, Law
                                          of Nation, Transnational Law (Inggris).
-  Perancis      :  Droit de gens
-  Belanda      :  Voelkenrecht.
-  Jerman      :  Woelkrrecht.
-  Romawi      :  Ius Gentium, Ius Inter Gentes.

1.2.b. Asal-usul istilah HI
Prof. Dr. Mochtar Kusumaadmadja, mangatakan bahwa aneka ragam istilah Hi itu bermula dari. Hk. Romawi, yang dikenal denga ius gentium, yang berarti :
-   Hukum antar bangsa-bangsa Romawi.
-   Orang Romawi dan bukan orang Romawi
-   Orang bukan Romawi satu sama lainnya.
Baru kemudian, orang membedakan antara hubungan kesatuan-kesatuan publik (kerajaan dan republik) dengan hubungan antar individu, dengan ius inter gentes.
Dari istilah ius inter gentes kemudian lahirlah istilah Hk. Bangsa-bangsa,
Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar  Negara. Kemudian lahirlah istilah HukumI (publik) yang mejadi cabang ilmu Hukum yang berdiri sendiri.

1.2.b. Persamaan dan perbedaan istilah HI dengan Hk. Bangsa-bangsa, Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar  Negara.

1.1.b. (1)  Persamaan
-   Semuannya bersumber pada hukum Romawi.
-   Persamaan landasan sosiologis : Masyarakat Internasional, Masyarakat bangsa-bangsa.
-   Persamaan subyek dan sumbernya   :  negara.

1.1.b (2)  Perbedaan.
-   perbedaan istilah dan bahasa yang digunakan oleh setiap negara.
-   Perbedaan istilah menunjukakan tingkat perkembangannya :
-   Ius Gentium – Ius Inter Gentes --  Hk. Bangsa-bangsa,--Hk. Antar Bangsa -- Hk. Antar Negara.— HI.
-      Hukum bangsa –bangsa   : menunjukan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan raja-raja pada zaman dahulu.
-      Hukum Antar bangsa    :  menunjukkan     kompleksitas kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan antar anggota masayarkat bangsa-bangsa atau negara yang kita kenal sejak meunculnya negara dalam bentuknya yang modern (nation satte).
-      HI         : menunjukan pada kaidah-kaidah dan asas-asas hukum, selain mengatur hubungan antara negara, menga

1.1..c.(3).   Perbedaan terletak pada skope hubungan yang diatur;
Hk. Bangsa-bangsa   : mengatue hubungan antar bangsa
Hk. Antar Negara      : mengatur hubungan anatar negara dengan negara (bangsa dalam bentuk negara)
Hk Internasional      :  mengatur  yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, antara subyek hokum bukan negara dengan negara, anatar subyek hokum bukan negara satu dengan yang lain.

5.   Sifat perkembangan / pertumbuhan HI dibandingkan istilah yang lain menunjukakan suatu perubahan yang radikal ke arah pembentukkan suatu hokum Internasional yang benar-benar universal.

Kenapa istilah Hukum Internasional yang kemudian di pakai termasuk dalam perkuliahan ini ?
Alasan :
a.   Istilah HI paling mendekatai kenyataan dengan sifat-sifat hubungannya dan masalah-malash yang menjadi obyek bidang hokum ini, yang dewasa ini tidak hanya terbatas pada hubungan antar bangsa atau antar negara saja, seperti yang dilaksanakan oleh istilah Hk. Anatar bangsa dan hk. Anatar negara.
b.   Istilah HI dalam penggunaannya tidak menimbulkan keberatan di kalanagan para sarjana, karena telah lazim dipakai orang untuk segala peristiwa yang melintasi batas-batas negara.
c.   Penggunaan istilah HI secara tidak langsung menunjukkan suatu taraf perkembangan tertentu dalam bidang HI (sebagai perkembangan mutakhir).

1.2.   Pengertian dan batasan HI
1.2.1.  Pengertian menurut para sarjana

a.   Pandangan klasik   : “system Hk. yang mengatur  hubungan negara-negara.”
b.   Prof. Hyde       :  “sekumpulan hukum, yang sebagaian besar terdiri dari asas-asas dan peraturan-peraturan tingkah laku yang mengikat negara-negara, karena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lian.”
c.   J.L. Brierly       :  “ himpunan kaidah-kaidah dan asas-asas tindakan yang mengikat bagi negara-negara beradab dalam hubungan mereka satu sama liannya.”
d.   Oppenheim      : “International law is the name of the body of customary and treaty rules which are of considered legally binding by states in their intercource which each other”.
e.   Max Rosense      :”International law is a strict term of art, connoting that system of law whose primary function it is to regulate the relation of stateswhic one another “.
e. G. Schwarzenberger   : “ International law is the body of legal rules binding upon sovereign state and such other en tities as have been granted International personality”.
f.  Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH.,L.L.M.    : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara antara:
(1)   NEGARA dengan NEGARA;
(2)   NEGARA dengan SUBYEK HUKUM LAIN BUKAN NEGARA;
(3)   SUBYEK HUKUM BUKAN NEGARA satu dengan YANG LAIN.






1.2.2.  Pengertian HI Publik dan HI Perdata

HI Publik (HI)      : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bukan bersifat perdata”.
H Perdata Internasional   : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang berfat perdata”

1.2.2.a.  Persamaan
Keduanya mengatur hubungan-hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara.

 1.2.2.b.  Perbedaan
•   Perbedaan keduanya terletak pada : sifat hubungna/ persoalan dan obyek yang diaturnya.
•   Cara membedakan berdasarkan sifat dan obyeknya adalah tepat, dari pada membedakan berdasarkan pelaku-pelaku (subyeknya), yaitu dengan mengatakan HI Publik mengatur hubungan atara negara, sedangkan H Perdata Internasional mengatur hubungan orang-perorang.
WHY ?
Alasan :
a.   Negara dapat saja menjadi sunyek Hperdata Internasional, dan perorangan dapat saja menjadi subyek HI.
b.   Batasan yang bersifat negatif lebih tepat karena ukuran publik memang sering kali sukar dicari bats-batasnya.
c.   Dewasa ini persoalan Internasional tidak semuannya merupakan persoalan antar negara; persoalan perseoranga dapat dikatakan persoalan negara (pelanggaran pidana  Konvensi Jenewa 1949).
d.   Persoalan yang menyangkut “perseorangan” yang demikian tidak dapat dimasukkan dalam bidang Tata Usaha Negara atau Pidana Internasional, dan bukan merupakan persoalan perdata Internasional.

Tidak ada komentar: